Gedung yang menjadi koridor, pintu masuk menuju Komplek Pemakaman Sukun memiliki keunikan tersendiri. Tidak semua Komplek Makam Belanda memiliki gedung yang merangkap sebagai sebuah perkantoran.
Karsten merancang bangunan ini dengan begitu indahnya. Bagian tengah nampak tinggi dari bangunan kiri kanannya, dapat diumpamakan sebagai sayap yang menonjolkan bangunan tengah sebagai focus interest yaitu kekuatan sebuah bangunan untuk menjadi pusat perhatian.
Selain berfungsi sebagai pintu gerbang, kontruksi ini juga berguna sebagai akses lalu lalang mobil jenasah atau peziarah yang akan berkunjung ke Koeboeran Soekoen atau saat ini disebut TPU Sukun Nasrani.
Pada awal pembangunannya, tempat pemakaman yang berada di Jalan S. Supriadi ini difungsikan sebagai tempat peristirahatan terakhir kaum Eropa yang berada di Kota Malang.
Europese Begraafplaats Soekoen te Malang (Kuburan orang Eropa di Malang) itulah sebutan yang disematkan pada perkuburan yang memiliki luas lahan 120.000 m2 ini untuk pertama kalinya saat pembangunan pada masa Bouwplant III yakni pada masa pemerintahan Walikota Malang pertama, H I Bussemakaer (1919-1929).
Bukan tanpa alasan, pihak Dewan Kota (Gemeenteraad) memilih wilayah Sukun yang terdapat di sebelah tenggara Kota Malang ini. Hal ini dimaksudkan untuk membuka geliat wilayah Sukun yang saat itu masih terisolasi karena terbelah oleh Sungai Sukun.
Alasan lain karena terjadi protes penduduk saat dicoba daerah Lowokwaru, Buring dan Kauman sebagai area pemakaman. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah wilayah Sukun merupakan pintu masuk ke Kota Malang dari arah Blitar.
TPU Sukun Nasrani, Malang. Dok. KBP
Komplek Pemakaman Sukun memang diperuntukkan bagi golongan Eropa yang berstrata sosial tinggi. Bangunan Makam yang indah dilengkapi Jirat, Prasasti, Patung Malaikat bahkan tak jarang ada yang menyematkan puisi diatas marmer yang harganya selangit.
Tidak mengherankan jika dulu warga pribumi menyebutnya dengan istilah "Bong Londo". Sebutan Bong diambil dari Makam-Makam China. Sebut saja Bong Pay yang artinya istana terakhir.
Koeboeran Soekoen atau Koeboeran Londa sudah berusia seabad dan mengalami 3 (tiga) masa yakni Era Kolonial Belanda, Era Pendudukan Jepang dan Era Kemerdekaan.
Menariknya, saat masa Kolonial Belanda, bentuk bangunan Makam (style) begitu indah, artistik dan menyimpan sejarah. Cungkupnya, pilar, patung maupun Jirat memiliki karakteristik tersendiri.
Saat ini, di Era Kemerdekaan. Tentu saja pada periode ini mengalami pergeseran dari waktu ke waktu. Baik dari bentuk Makam, luas bangunan maupun perhiasan Makam. Meskipun begitu, bangunan Makam belanda ini harus tetap dipertahankan, agar sejarah tidak tergerus.
Koeboeran Soekoen dengan segala eksotis Makam Londonya yang hanya tinggal puluhan saja, karena adanya penjarahan atau tangan-tangan jahil merupakan cagar budaya yang harus terus dibudidayakan. Kalau bukan kita, siapa lagi?
Mari, selamatkan situs budaya!
Sumber : Akurat.co
Editor : Ges
Tidak ada komentar:
Posting Komentar