Rabu, 03 Juli 2019

Harga Ayam Anjlok Salah Siapa?

Salam sejahtera bagi pembaca Berita Good Day, kali ini saya akan memberikan berita terhangat yang Saya baca di artikel artikel terkait, Anjloknya harga ayam ras, beberapa waktu lalu terpaksa membuat peternak di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta gamang. Jika dalam kondisi normal harga ayam mencapai Rp40.000 per ekor, mereka terpaksa harus menjual dengan harga murah dan bahkan ada yang memberikan dengan cuma-cuma.


Namun, saat ini harga ayam mulai sedikit membaik dengan kisaran harga di Rp 18.000/Kg, padahal sebelumnya, anjloknya harga ayam live bird sempat menyentuh Rp 7.500/Kg pada H+10 lebaran.

Meniliik ke belakang penyebab anjloknya harga ayam ini memang masih kusut dan sebenanrnya belum diketahui. Baik peternak maupun instansi pemerintah memiliki versi masalah masing-masing terkait hal tersebut, dan saling tuding mengenai anjloknya ayam hidup di peternak.

Dari kalangan peternak, Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia) mengatakan anjloknya harga ayam hidup  disebabkan melimpahnya suplai barang. Ketua Pinsar, Parjuni mengatakan kesalahan terletak karena Pemerintah, selama ini tidak membuat regulasi untuk melakukan pembatasan produksi. 

Versi Kementerian Perdagangan sendiri menyatakan anjloknya harga di tingkat peternak ini karena stok yang berlebihan atau over supply.

"Ya ini yang sementara kami duga over supply. Kami akan coba lagi, karena akan menjadi anomali kan. Di satu sisi tiba-tiba naik tingkat konsumen, di sisi lain peternak rugi. Ini yang sedang bersama kami dengan kementerian lain mencari jalan keluar," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Supri beberapa waktu lalu.

Namun jika merujuk pada kelebihan oversuplly maka harusnya harga ayam di tingat konsumen juga harusnya ikut murah, namun kenyataannya harga di tingkat konsumen malah normal dengan harga rata-rata Rp 30.000 per Kg. Terdapat  selisih (margin) antara harga yang diperoleh para peternak yang harganya  per Kg dan yang berlaku di pasar yang sampai Rp 20.000.

Berdasarkan hukum ekonomi umum, kelebihan pasokan tidak bisa di jadikan alasan utama jika harga pasaran masih normal. Sehingga asumsi lain pun mulai bermunculan mengenai masalah ini.

Adanya Pemain-pemain Nakal

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa anjloknya harga ayam di kalangan petani, diindikasi permainan harga yang dilakukan oleh mafia ayam potong. 

Untuk itu Mentan berkomitmen bakal melakukan tindakan keras kepada mafia ayam. Selain itu, Mentan juga bakal melibatkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas gerombolan pelanggar hukum yang disebut mafia ayam itu.

Senada dengan itu Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan masalah anomali harga pangan tersebut tidak selalu berpijak pada teori pasokan dan kebutuhan. Mantan Kabareskrim Polri ini mengaku paham betul kehadiran mafia pangan di berbagai daerah tengah bermain. 

"Ini bukti permainan kartel, harga daging ayam tetap mahal tapi yang dikorbankan peternak. Penjahat itu seenaknya dan ini tidak boleh terjadi," kata Buwas, di Jakarta.

Buwas menilai negara mestinya bisa hadir mengawal stabilitas kebutuhan pangan masyarakat. Para broker di peternakan selama ini bergerak bebas tanpa ada pengawasan ketat dari pemerintah. Sementara peran mereka cukup besar dalam mengendalikan harga di pasaran.

"Cobalah urusan pangan serahkan seperti dulu Bulog menguasai, cadangan pangan Pemerintah atau negara itu ada di Bulog," ujarnya.

Mencerna kata Buwas, lalu pihak mana yang harus ambil tangan mengatasi ini, sebenarnya?

Siapa yang Tanggungjawab?

Ekonom Konstitusi alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Defiyan Cori berpendapat bahwa yang paling bertanggungjawab, menurut dia sesuai tugas pokok dan fungsinya untuk melakukan intervensi adalah Menteri Perdagangan.

“Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sudah jelas mengatur apa saja fungsi dan tugas semua kementerian di negara kita. Kementerian Pertanian, misalnya tugas pokoknya jelas menangani produksi pangan, sedangkan Kementerian Perdagangan mengurus terkait perdagangan dan harga baik di tingkat petani maupun konsumen,” tegasnya.

Lebih lanjut, Defiyan menjelaskan, pengaturan fungsi dan tugas kementerian diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan Perpres Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan.

“Tugas dan fungsi masing-masing kementerian tersebut sebenarnya sudah jelas dan tegas (clear) dan sudah sinkron. Namun ada yang mau melepas atau lempar tanggungjawab ke pihak lain," tandasnya.

Defiyan menyayangkan adanya pihak-pihak yang menuding pemerintah dan menyebutkan penurunan harga disebabkan karena pasokan yang berlebih.

Menurutnya, kelebihan produksi daging ayam saat ini harusnya ditanggapi dengan positif, sebab dari aspek produksi Kementerian Pertanian telah berhasil menahan lajunya impor atas produk-produk kebutuhan pokok, seperti beras. 


Sumber : Akurat.co
Editor : Ges

Tidak ada komentar:

Posting Komentar