"Itu saya baca bukan patroli kayak patroli biasa asal dicek gitu enggak. tanda kutip oleh patrolinya," kata Rudiantara dalam Rapat Kerja bersama Komisi I DPR RI, Selasa (18/6/2019), di Gedung DPR MPR, Jakarta.
Dalam hal ini, kata Rudiantara, terdapat ranah publik dan privat. Jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter di mana pengguna memposting suatu konten, itu adalah ranah publik. Sementara untuk percakapan antar dua pengguna dalam layanan WhatsApp, termasuk ranah privat.
"Saya berdua nih kirim-kiriman WhatsApp, nah salah satunya committed terhadap crime, dinyatakan ada urusan hukum, ada urusan pidana, dia (penyidik) bisa masuk," ungkapnya.
Untuk itu, dalam menjalankan patroli di pesan instan milik Facebook itu hanya bisa dilakukan oleh penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri maupun dari Kominfo.
Selain itu harus memiliki dasar aturan, yaitu terhadap pihak yang terlibat tindak kriminal atau mempunyai permasalahan hukum.
Kendati demikian, Rudiantara menolak untuk menjelaskan secara rinci mekanisme masuknya pihak berwenang kedalam ruang percakapan WhatsApp.
"Ya itu urusan 'dapur'nya lah," ujarnya.
Namun, ia menegaskan jika dalam percakapan terdapat anggota yang terlibat masalah hukum akan ada tindakan berdasarkan delik umum dan aduan yang diatur Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Ada delik umum yang tidak perlu ada yang ngadu. Pasal 27 ayat 3 UU ITE harus di delik aduan," jelas Rudiantara.
Sumber : Akurat.co
Editor : Ges
Tidak ada komentar:
Posting Komentar