Abdul Chaer dalam buku berjudul Tenabang Tempo Doeloe menulis, pada tahun 1950-an, sepeda dioperasikan sebagai ojek di Pelabuhan Tanjung Priok dan Kota Tua Jakarta.
Di sekitar Kota Tua, sekarang sebagian besar penarik ojek masih bertahan. Tapi harus sudah menyusut dibandingkan pada zaman keemasannya. Pada masa kini, kawasan tersebut mendukung sepeda onthel yang disewakan untuk wisatawan.
Di Jalan Pintu Besar Utara, Jakarta Utara, 20 Maret 2019 lalu, saya bertemu salah seorang penarik ojek sepeda bernama Heri. Dia berasal dari Gresik, Jawa Timur. Saya kemudian menggunakan jasa ojek Heri untuk keliling kawasan. Dia menggenjot sepeda menyusuri jalanan sekitar Kota Tua.
Heri, tukang ojek sepeda onthel, yang mangkal. AKURAT.CO/Yudi Permana
Heri ini dulu merantau ke Jakarta dengan niatan menjadi kuli bangunan. Tapi dalam perjalanannya, dia mengubah haluan menjadi penarik ojek sejak 1995.
Sepanjang perjalanan, Heri bercerita bak pemandu wisata. Sebenarnya, orang-orang seperti Heri inilah yang ikut andil besar ikut destinasi wisata di Jakarta, khususnya Batavia Lama.
Cerita dari mulut ke mulut yang sampai ke Heri, ojek sepeda sudah muncul sejak zaman Belanda menjajah. Referensi sejarah yang diperlukan Banyak kisah masa lalu yang dapat diceritakan dengan lengkap.
Di tengah perjalanan, hujan turun. Tambahkan payung kepada saya. Payung itu jika sedang tidak terpakai selalu diikatkan pada batang besi sepeda. Tapi karena waktu itu hanya hujan rintik-rintik, aku memutuskan untuk tidak menerima tawaran Heri.
Selain cerita tentang Kota Tua, dia juga cerita pengalaman sendiri. Pada awal-awal Heri masuk Jakarta, ojek sepeda masih menjadi salah satu kendaraan yang banyak melintas di sekitar Kota Tua - pada tahun 1950-an. Ojek sepeda sudah menjadi ciri khas wilayah itu.
Bentuk sepeda yang dipakai para penarik ojek besar, bodinya kekar, bahannya terbuat dari besi, dan memiliki lampu.
Editor : Ges
Tidak ada komentar:
Posting Komentar